Waktu saya pertama kali lihat pelatihan manasik haji, saya sempat mikir, “Lho, kok Ka’bah-nya bisa ada di sini juga?” Ternyata itu bukan Ka’bah beneran, tapi cuma replika Ka’bah yang dipakai untuk latihan manasik. Jadi jamaah bisa belajar dulu sebelum berangkat ke Makkah. Tapi lalu muncul pertanyaan, apakah boleh membuat replika Ka’bah seperti itu? Apa hukumnya dalam Islam?
Pertanyaan ini cukup sering muncul. Apalagi kalau kita khawatir soal adab dan kesucian Ka’bah yang dijadikan bentuk tiruan. Nah, di artikel ini saya mau cerita dan sharing informasi yang saya kumpulkan tentang hukum dalam membuat replika Ka’bah sebagai peraga manasik.
Apa Itu Replika Ka’bah?
Replika Ka’bah adalah tiruan bentuk bangunan Ka’bah, biasanya dibuat dari bahan kayu atau kain, dan ukurannya jauh lebih kecil dari Ka’bah asli. Biasanya ada di halaman masjid, sekolah, atau aula tempat manasik haji dilaksanakan.
Fungsi utamanya adalah sebagai alat bantu latihan. Jadi calon jamaah haji atau umrah bisa belajar dulu tata cara thawaf, sai, dan ibadah lainnya yang nanti akan dilakukan di Makkah.
Apa Tujuan Membuat Replika Ka’bah?
Seperti yang saya lihat sendiri, replika Ka’bah bukan dibuat untuk disembah, tapi cuma untuk simulasi atau peragaan. Apalagi banyak jamaah yang pertama kali ke Tanah Suci, jadi perlu visualisasi supaya lebih paham.
Tujuannya:
- Membantu jamaah mengenali bentuk Ka’bah
- Melatih posisi dan arah thawaf
- Memberikan gambaran kondisi nyata saat di Masjidil Haram
- Membantu pengajar menjelaskan secara praktis
Jadi jelas, replika itu alat bantu, bukan benda yang dikhususkan untuk ibadah.
Bagaimana Hukum Membuat Replika Ka’bah?
Nah, sekarang kita masuk ke pembahasan utama. Bagaimana hukum membuat replika Ka’bah?
Mayoritas ulama sepakat, hukumnya boleh selama dibuat untuk tujuan pendidikan dan bukan untuk dipuja atau dijadikan sesembahan.
Dalam kitab Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (Komite Fatwa Saudi), dijelaskan bahwa:
“Tidak mengapa membuat miniatur Ka’bah untuk tujuan pelatihan manasik haji, asalkan tidak dimaksudkan untuk ibadah atau diagung-agungkan seperti Ka’bah yang asli.”
Ini penting banget. Kalau niat dan tujuannya benar, maka membuat replika Ka’bah untuk manasik itu diperbolehkan. Tapi kalau dibuat untuk hal-hal yang menyimpang, misalnya dijadikan tempat doa-doa khusus, ya jelas itu salah.
Apakah Ada Dalilnya?
Dalil secara langsung tentang replika Ka’bah memang tidak ada di Al-Qur’an atau hadits. Tapi Islam mengajarkan prinsip bahwa segala sesuatu dilihat dari niatnya, seperti dalam hadits terkenal:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi kalau niat kita adalah untuk belajar ibadah, supaya makin paham dan siap secara mental, maka itu termasuk amal baik.
Islam juga menganjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum ibadah. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 197 Allah berfirman:
“Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…”
Bekal termasuk pengetahuan. Dan manasik dengan replika itu bisa membantu orang jadi lebih paham, apalagi kalau mereka belum pernah lihat Ka’bah.
Apakah Tidak Meniru Ka’bah Berarti Meniru Tempat Suci?
Ini juga jadi pertanyaan banyak orang. Apakah meniru bentuk Ka’bah itu sama saja meniru tempat suci yang dilarang?
Jawabannya tidak. Karena Ka’bah bukanlah simbol yang tidak boleh ditiru dalam bentuk pendidikan. Yang dilarang adalah menjadikan selain Allah sebagai sesembahan, atau membuat patung-patung untuk disembah. Tapi dalam konteks ini, replika Ka’bah bukan berhala, dan tidak dipakai untuk ritual menyimpang.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim juga menjelaskan bahwa:
“Segala sesuatu yang dibuat bukan untuk tujuan pemujaan, tapi untuk pembelajaran, maka tidak termasuk hal yang terlarang.”
Jadi insyaAllah, membuat dan memakai replika Ka’bah sebagai peraga manasik adalah hal yang dibolehkan.
Hal yang Harus Diperhatikan
Meski boleh, tetap ada adab dan batasan yang harus dijaga. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Tidak menyucikan replika Ka’bah secara berlebihan. Itu hanya alat bantu, bukan benda suci.
- Tidak berdoa atau thawaf sungguhan di situ dengan niat ibadah penuh, karena tempatnya bukan Masjidil Haram.
- Pastikan niat dan pengajarannya benar, hanya untuk melatih, bukan mengganti ibadah yang sesungguhnya.
- Jaga bentuk dan proporsinya, agar tidak terlalu main-main atau dianggap sebagai permainan.
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya, hukum membuat replika Ka’bah sebagai peraga manasik adalah boleh, selama dilakukan dengan niat yang baik dan untuk tujuan pendidikan. Tidak ada dalil yang melarang secara langsung, dan ulama pun membolehkannya selama tidak ada unsur pengagungan berlebihan.
Yang penting kita tetap paham bahwa Ka’bah asli hanya satu, dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Replika hanyalah media bantu supaya kita belajar lebih mudah.
Semoga penjelasan ini bisa menjawab rasa penasaran kamu tentang hukum replika Ka’bah. Kalau kamu mau manasik haji atau umrah, jangan ragu untuk ikut pelatihan dengan replika, supaya kamu lebih siap dan tidak bingung saat di Tanah Suci nanti.
Rawda Umroh Plus Turki siap menemani perjalanan ibadahmu! Rasakan pengalaman umrah yang khusyuk, sekaligus wisata Islami ke negeri penuh sejarah di Turki. Bersama pembimbing berpengalaman dan layanan terbaik, ibadahmu jadi lebih nyaman dan bermakna. Hubungi Rawda Travel sekarang dan wujudkan impian umrah plus wisatamu bersama kami!