Apa Saja Denda yang Bisa Didapatkan dari Pelanggar Aturan Ketika Umrah dan Haji?

denda pelanggar aturan umrah

Penting dimengerti bagaimana denda pelanggar aturan umrah dan haji, apalagi jika Anda akan berangkat untuk melaksanakan ibadah umrah atau haji di Kota Suci. Haji dan umrah adalah ibadah sakral dalam Islam yang memiliki aturan ketat. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan ibadah ini dikenakan denda yang disebut dam. Istilah ini dijelaskan dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3 karya Wahbah az-Zuhaili, di mana dam juga dikenal sebagai nusuk atau hadyu, yang mengacu pada hewan yang disembelih, seperti kambing.

Mazhab Syafi’i mengategorikan dam dalam beberapa jenis, termasuk dam tamattu’, denda bagi mereka yang melakukan haji tamattu’, serta fidyah untuk tindakan seperti bercukur atau memotong kuku. Larangan lainnya dalam haji dan umrah yang jika dilanggar mengharuskan membayar dam antara lain memakai wewangian, melakukan hubungan suami istri sebelum tahallul pertama, dan membunuh binatang darat yang halal dimakan. Pelanggaran ini menuntut denda berupa seekor kambing, unta, atau sapi tergantung dari jenis pelanggarannya.

Selain itu, bagi mereka yang mewakilkan haji (badal haji), segala bentuk dam karena pelanggaran ihram ditanggung oleh pelaksana haji, kecuali dam ihshar yang ditanggung oleh orang yang diwakili. Dam ihshar dikenakan bila ada halangan dalam menyelesaikan ibadah haji atau umrah, dan dianggap sebagai bagian dari biaya haji. Dengan memahami ketentuan ini, jamaah dapat melaksanakan ibadah dengan benar sesuai syariat Islam, menghindari pelanggaran, dan memastikan kesempurnaan ibadah mereka.

Baca Juga: Kalimat Syahadat: Arti dan Keutamaannya

Larangan dalam Ibadah Haji dan Umrah

Ibadah haji dan umrah memiliki sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh setiap jamaah. Berikut adalah larangan-larangan dalam ibadah haji dan umrah serta dendanya:

  1. Pakaian: Selama menjalankan ihram, jamaah dilarang mengenakan pakaian berjahit seperti kemeja, celana, sepatu, dan serban. Sebagai gantinya, jamaah laki-laki diharuskan memakai dua helai kain ihram yang tidak berjahit, yaitu sarung dan selendang, serta sandal yang tidak menutup mata kaki. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan dam berupa seekor kambing.
  2. Wewangian: Menggunakan wewangian dalam bentuk apapun, baik pada tubuh, pakaian, maupun barang-barang pribadi, juga dilarang. Jamaah harus menjaga diri dari wewangian sejak mulai ihram hingga tahallul. Jika melanggar aturan ini, jamaah diwajibkan membayar dam seekor kambing.
  3. Cukur Rambut dan Potong Kuku: Selama dalam keadaan ihram, mencukur rambut atau memotong kuku merupakan tindakan yang dilarang. Jika jamaah melakukannya, maka ia harus membayar fidyah dengan menyembelih seekor kambing sebagai bentuk denda.
  4. Hubungan Suami Istri: Hubungan suami istri sebelum tahallul pertama (pemotongan rambut) sangat dilarang dan dikenai denda berat. Jika dilakukan, dendanya berupa seekor unta betina, atau seekor sapi, atau tujuh ekor kambing. Namun, jika hubungan tersebut terjadi setelah tahallul pertama, dam yang dikenakan hanya seekor unta betina dan tidak membatalkan ibadah haji.
  5. Pendahuluan Hubungan Suami Istri: Segala bentuk pendahuluan atau sentuhan yang dapat membatalkan wudhu, seperti berciuman atau sentuhan intim lainnya, juga dilarang. Pelanggaran ini dikenai denda berupa seekor kambing.
  6. Membunuh Binatang Darat: Membunuh binatang yang halal dimakan atau hasil kawin silang antara binatang yang halal dan haram, selama dalam ihram, juga diharamkan. Jika terjadi pelanggaran, dam yang dikenakan adalah binatang serupa atau setara dengan binatang yang dibunuh, dengan mempertimbangkan bentuk dan ukuran hewan tersebut.

Dengan memahami dan mematuhi larangan-larangan ini, jamaah haji dan umrah dapat menjalankan ibadah mereka dengan khusyuk dan sesuai dengan syariat Islam, menghindari pelanggaran yang dapat mengurangi pahala dan menimbulkan kewajiban membayar dam.

Baca Juga: Mengenal Sultan Muhammad Al Fatih, Sosok Dibalik Penaklukan Konstantinopel

Ketentuan Dam bagi Badal Haji

Dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3 karya Wahbah az-Zuhaili, dijelaskan bahwa jika orang yang ditugaskan mewakili berhaji melakukan suatu perbuatan yang mengharuskan pembayaran dam (seperti menyembelih kambing), maka tanggung jawab pembayaran dam tersebut berada padanya.

Jika orang tersebut melakukan haji qiran atas nama orang yang menyuruhnya dan pelaksanaannya sesuai dengan perintah, maka dam qiran menjadi tanggung jawabnya. Kesimpulannya, semua dam yang berkaitan dengan ihram ditanggung oleh harta pelaksana haji, kecuali dam ihshar.

Dam ihshar ditanggung oleh harta orang yang diwakili berhaji karena dia yang memasukkan pelaksana haji dalam tanggungan ini. Maka dalam ihshar, ini dianggap sebagai bagian dari biaya haji yang harus ditanggung oleh orang yang diwakili berhaji.

Jika pelaksana haji melakukan jimak sebelum wukuf di Arafah, hajinya rusak, tetapi dia tetap harus melanjutkan hajinya dengan menggunakan biaya sendiri. Dia juga harus mengganti harta orang yang diwakilinya yang telah dipakai sebelum kejadian itu dan mengqadha haji dengan biaya sendiri.

Menurut mazhab Syafi’i, jika tidak ada kambing saat pembayaran dam, maka dia wajib membayar pengganti yang setara dengan dam tamattu’ dan lainnya, yaitu makanan pokok yang senilai dengan harga kambing. Jika tidak mampu membeli makanan, dia boleh berpuasa sehari untuk setiap mudd, yang disamakan dengan dam wajib karena meninggalkan suatu perintah.

Secara ringkas, syarat-syarat wajibnya dam atas pelaksana haji tamattu’ adalah:

  1. Berihram umrah dalam bulan-bulan haji. Jika berihram umrah di luar bulan-bulan haji, dia bukan pelaksana haji tamattu’.
  2. Melaksanakan haji pada tahun yang sama. Jika berumrah pada bulan-bulan haji tetapi tidak berhaji pada tahun yang sama, melainkan tahun berikutnya, dia bukan pelaksana haji tamattu’.
  3. Tidak melakukan perjalanan jauh antara umrah dan haji sejauh jarak qashar salat. Menurut mazhab Syafi’i dan Ahmad, jika dia kembali ke miqat, dia tidak wajib membayar dam.
  4. Bertahallul dari ihram umrah sebelum memulai ihram haji.
  5. Tidak tinggal di sekitar Masjidil Haram.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Kitab Zadul Ma’ad, dam dalam haji tamattu’ adalah ibadah yang disengaja dan merupakan kesempurnaan manasik, berfungsi sebagai dam kesyukuran bukan untuk penyempurnaan, sama seperti penyembelihan hewan kurban bagi yang tidak menunaikan haji.

Demikian informasi lengkap seputar denda pelanggar aturan umrah dan haji yang penting untuk dipahami. Apalagi jika kita akan melaksanakan ibadah tersebut di Kota Suci. Semoga Bermanfaat.

Jika Anda mencari paket perjalanan umrah Jakarta yang berkualitas dengan harga terjangkau, Rawda Umroh Travel adalah pilihan yang tepat. Kami berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik dan memastikan kepuasan Anda selama menjalani ibadah umrah. Jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati fasilitas eksklusif dan layanan istimewa dari kami.

Kunjungi situs resmi Rawda Umroh Travel sekarang untuk informasi lebih lanjut mengenai paket “Umrah plus Turki” yang telah kami susun dengan teliti. Temukan berbagai keunggulan yang kami tawarkan dan nikmati setiap momen perjalanan Anda sebagai pengalaman spiritual dan budaya yang tak terlupakan bersama Rawda Umroh Travel.

Baca Juga: Mengapa umroh dan haji bisa wajib hukumnya bagi mereka yang mampu

Share the Post: